Scroll untuk baca artikel
Lampung

NYALA HARAP MBG LAMPUNG: ANTARA KEBERHASILAN SETENGAH JALAN DAN TANTANGAN YANG MEMBAWA KEGEMPARAN DI AKHIR TAHUN 2025

17
×

NYALA HARAP MBG LAMPUNG: ANTARA KEBERHASILAN SETENGAH JALAN DAN TANTANGAN YANG MEMBAWA KEGEMPARAN DI AKHIR TAHUN 2025

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

Bandar Lampung, Tipikor News – Diujung tahun 2025, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Provinsi Lampung berdiri di pijakan yang penuh kontras: nyala harap yang menyinari lebih dari satu juta jiwa, namun juga kegemparan yang mengguncang kepercayaan akibat masalah yang tak terduga.

Dari data yang dirilis hari ini, MBG telah merambah 15 kabupaten dan kota, dengan realisasi anggaran mencapai Rp780,34 miliar. Lebih dari 1,3 juta orang telah merasakan manfaatnya – sebagian besar siswa, yang hingga saat ini telah terlayani 800.677 jiwa.

Di Lampung Timur, 63 dapur SPPG aktif beroperasi seperti mesin semangat, diikuti Bandar Lampung dengan 58 unit, membuktikan bahwa program ini tidak hanya cikal bakal, tapi telah menyentuh kehidupan banyak orang. Bahkan, 700 pemasok lokal ikut terlibat, menciptakan roda ekonomi kecil yang bergerak.

Namun, di balik keberhasilan itu, rawa bahaya tersembunyi. Kegemparan pertama melanda pada September lalu: 247 siswa di Bandar Lampung terjangkit keracunan makanan akibat bakteri E. coli.

Dapur MBG Kecamatan Sukabumi harus ditutup sementara, meninggalkan rasa takut di hati orang tua dan murid. “Saya khawatir, apa makanan yang diberikan nanti masih aman?” tanya Siti, seorang ibu dari salah satu siswa korban, dengan suaranya gemetar, Minggu (7/12/2025).

Masih lebih parah: hanya 65% target penerima tercapai, dan kelompok rentan – ibu hamil, menyusui, balita, dan santri – masih tersisih.

Bahkan, dari 957 dapur SPPG yang direncanakan, hanya 424 yang terbentuk, dan hanya 242 yang benar-benar aktif. Di Lampung Barat dan Pesisir Barat, cuma 2 unit dapur saja yang beroperasi – seperti bintang yang sia-sia bersinar di tengah kegelapan geografis dan keterbatasan modal.

Tidak cukup sampai situ. Banyak pengelola SPPG masih kesulitan dengan pelaporan keuangan, menimbulkan keraguan akan transparansi. “Kita butuh lebih banyak pelatihan, kalau tidak, uang yang seharusnya untuk makanan malah terbuang sia-sia,” ujar seorang pengelola dapur yang enggan disebutkan namanya.

Di akhir tahun ini, MBG Lampung menghadapi pilihan: apakah akan terbenam dalam kegemparan, atau bangkit lebih kuat untuk menjangkau 776 dapur lagi dan mencapai target yang terlewatkan?

Semua mata terarah pada langkah-langkah pemerintah selanjutnya – karena di balik setiap porsi makanan, ada harapan seorang anak, seorang ibu, dan masa depan Provinsi Lampung. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *