Bandar Lampung, Tipikor.news- Mereka yang menganut azas Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit pun melakukan kecurangan kecil-kecilan. Meski kecil jika diakumulasi nilainya tak lagi kecil, kerugian negara bisa mencapai Rp 1,6 miliar per tahun.
Gambaran perilaku korup tersebut terlihat dalam praktek penggelembungan anggaran yang diduga masih saja dilakukan oknum pejabat Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKPCK) Provinsi Lampung dalam pelaksanaan APBD 2024.
Kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan harus melacak dugaan penyimpangan anggaran 64 paket belanja alat tulis kantor (ATK) sebesar Rp 1.710.932.385 di Dinas (PKPCK) Provinsi Lampung. Nilai kebocoran anggaran ini juga tidak main-main, ditaksir mencapai Rp 1.628.052.385 per tahun.
Temuan adanya dugaan kebocoran anggaran ini mengemuka diduga terjadi penggelembungan anggaran yang melebihi batas tertinggi Standar Biaya Masukan (SBM) 2024.
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Kementrian Keuangan (PMK) tentang SBM tahun 2024 yang menetapkan satuan biaya keperluan sehari-hari perkantoran terdiri atas: alat tulis kantor (ATK), barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat kabar/berita/majalah, dan air minum pegawai, bagi satker memiliki jumlah pegawai lebih dari 40 orang ditetapkan Rp 1.480.000 OT.
“Dengan jumlah pegawai Dinas PKPCK Provinsi Lampung saat ini hanya sebanyak 56 orang terdiri dari 38 orang laki laki dan 18 orang perempuan, seharusnya realisasi belanja alat tulis kantor di Dinas PKPCK Lampung hanya sekitar Rp 82.880.000 per tahun,” ujar tim Pemerhati Anggaran Lampung Junaidi, SH kepada Tipikornews.co.id, Rabu (29/1/2025).
Lebih lanjut Junaidi mengatakan, Indikasi adanya kebocoran anggaran itu harus diungkap hingga tuntas. Ini uang rakyat. Namanya uang rakyat ya harus diselamatkan.
Kejaksaan dan BPK diminta turun tangan melacak indikasi korupsi di Dinas PKPCK Lampung tahun 2024. Modus korupsi ini diduga berupa penggelembungan anggaran.
“Ada tiga potensi penyimpangan utama yang kami duga, yaitu soal penentuan owner estimate atau harga perkiraan sendiri, indikasi persekongkolan dalam proses negosiasi harga, dan konflik kepentingan dalam proses pemilihan penyedia,” ungkapnya.
Untuk itu, Kejaksaan diminta periksa oknum PPATK Dinas PKPCK Lampung atas adanya dugaan korupsi tersebut. Diharapkan Jaksa akan menelusuri dan melakukan pemeriksaan untuk meminta keterangan PPTK yang terlibat.
Atas dasar keterangan tersebut, pihak kejaksaan bisa menelusuri kepada pihak penyedia barang untuk memastikan kebenaran penggunaan anggaran itu secara menyeluruh.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap PPTK, bukti dukung terhadap beberapa kegiatan dapat dibuktikan dengan klaim kwitansi dan Surat Pertanggungj awaban.
Benar apa tidak, Pihak kejaksaan Tentu tidak bisa percaya dengan bukti dukung saja namun harus dikroscek juga.
“Hal ini perlu ditelusuri dari bawah dulu, setelah itu baru panggil Kepala Dinas PKPCK Lampung karena ini kan dibawah pimpinan dia. Yang jelas pihak kejaksaan kroscek penyedia lebih dahulu,” ungkapnya.
Bagaimana tanggapan kepala Dinas PKPCK Lampung Thomas Edwin Ali atas pemberitaan ini tunggu selengkapnya edisi mendatang. (Red)