Kota Metro, Tipikor.news – Jaringan Pemerhati Anggaran Lampung (JPAL) kembali menyoroti alokasi anggaran Sekretariat DPRD Kota Metro. Kali ini pihaknya menyoroti anggaran belanja alat/bahan untuk kegiatan kantor yang mencapai Rp 1,293 miliar.
JPAL menilai adanya dugaan mark-up anggaran yang berpotensi menimbulkan kerugian negara dan berindikasi pada pelanggaran Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Berdasarkan data yang dianalisis JPAL, alokasi anggaran belanja alat/bahan untuk kegiatan kantor Sekretariat DPRD Kota Metro tahun anggaran 2025 mencapai Rp 1.293.215.000, dengan rincian untuk pembelian Alat Tulis Kantor: Rp 236.012.750, Bahan Cetak: Rp 624.068.400, Kertas dan Cover: Rp 353.201.900.
JPAL menilai, alokasi anggaran tersebut tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dan efektivitas sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan keuangan negara. Potensi kerugian negara yang timbul akibat dugaan mark-up ini diperkirakan mencapai Rp 1.149.655.000.
Ketua JPAL, Junaidi, menjelaskan bahwa alokasi anggaran tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 39 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2025.
Menurut Junaidi, dengan jumlah pegawai dan anggota DPRD Kota Metro sebanyak 97 orang, seharusnya anggaran belanja alat/bahan untuk kegiatan kantor hanya berkisar Rp 143.560.000 per tahun, sesuai dengan SBM yang berlaku.
“Sesuai SBM, bagi satuan kerja yang memiliki jumlah pegawai lebih dari 40 orang, seharusnya anggaran tersebut paling banyak hanya sekitar Rp 143.560.000 per tahun. Jika terjadi selisih yang signifikan, hal ini patut dicurigai dan perlu dilakukan audit investigasi,” tegas Junaidi.
JPAL menduga adanya potensi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan anggaran ATK tersebut. Beberapa modus operandi yang mungkin terjadi dan berpotensi melanggar hukum, antara lain:
– Penggelembungan harga ATK di atas harga pasar (mark-up).
– Pengadaan ATK yang fiktif atau tidak pernah benar-benar dibeli, yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
– Pembelian ATK dengan kualitas di bawah standar, yang dapat diindikasikan sebagai perbuatan yang merugikan keuangan negara.
– Pengadaan ATK yang berulang kali dalam waktu singkat tanpa alasan yang jelas.
– Pemalsuan atau manipulasi nota pembelian untuk mencairkan dana anggaran ATK.
JPAL mendesak aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan, untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan mark-up anggaran ATK pada Sekretariat DPRD Kota Metro.
JPAL juga meminta agar pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi ini dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku sesuai undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Pasal 2 dan Pasal 3 yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Bagaimana tanggapan Sekwan Kota Metro Ade Irwinsyah atas pemberitaan ini, tunggu edisi mendatang. (Tim)






















