Lampung Selatan, Tipikor.news – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Lampung Selatan menerima alokasi anggaran sebesar Rp14.400.000.000 untuk belanja jasa tenaga pendidikan berupa honorarium guru honorer di SD dan SMP Negeri.
Kebijakan ini didasarkan pada Keputusan Bupati Lampung Selatan Nomor: B/217/IV.02/HK/2025 tentang Penetapan Penerima Honorarium Guru Honorer pada sekolah negeri jenjang TK, SD, SMP, dan SKB negeri tahun anggaran 2025.
Dijelaskan dalam Keputusan Bupati tersebut, Jumlah penerima: 2.420 guru honorer, Besaran honorarium: Rp400.000 per bulan Periode pembayaran: 12 bulan (Januari–Desember 2025) dengan Ketentuan pajak: Honorarium dikenakan pajak sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan Ketua Jaringan Pemerhati Pendidikan Lampung (JPPL) Dodi Gusdar Lingga kepada Tipikor.news, Kamis (2/10/2025).
Lebih lanjut dikatakanya, Sementara berdasarkan Perhitungan Kebutuhan Anggaran, Honorarium per guru per tahun: Rp400.000 × 12 bulan = Rp4.800.000, Total kebutuhan untuk 2.420 guru: Rp4.800.000 × 2.420 = Rp11.616.000.000. Dengan demikian, kebutuhan riil anggaran untuk pembayaran honorarium guru honorer adalah Rp11,616 miliar.
“Perbandingan dengan Anggaran yang Dialokasikan sebesar Rp14.400.000.000, namun Kebutuhan riil Rp11.616.000.000. Sehingga terdapat Selisih anggaran Rp 2.784.000.000,” Jelasnya.
Dodi mengungkap, Perbedaan antara anggaran yang dialokasikan dengan kebutuhan riil sebesar Rp 2,784 miliar menimbulkan pertanyaan mengenai:
Alokasi penggunaan dana selisih tersebut, Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran, Potensi adanya pos pembiayaan lain yang belum dijelaskan secara rinci.
Sebelumnya, honorarium guru honorer SD dan SMP Negeri di Lampung Selatan telah diakomodir melalui dana BOS yang diterima langsung oleh sekolah. Dengan adanya alokasi khusus dari APBD ini, publik menyoroti potensi tumpang tindih pembiayaan.
Alokasi anggaran sebesar Rp14,4 miliar untuk honorarium guru honorer di Kabupaten Lampung Selatan lebih besar dibandingkan kebutuhan riil sebesar Rp11,616 miliar.
Selisih anggaran yang cukup signifikan menimbulkan perhatian publik dan memerlukan penjelasan resmi dari pihak terkait agar pengelolaan dana pendidikan berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai peraturan.
Disdikbud perlu mempublikasikan rincian penggunaan anggaran, termasuk alokasi selisih Rp2,784 miliar. Bahkan DPRD dan inspektorat daerah perlu melakukan audit untuk memastikan kesesuaian penggunaan anggaran.
“Selain itu Perlu sinkronisasi antara dana BOS dan APBD agar tidak terjadi tumpang tindih pembiayaan dan Pemerintah daerah perlu memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran pendidikan,” harapnya.
Bagaimana tanggapan Kepala Disdikbud Lampung Selatan, Darmawan atas pemberitaan ini, tunggu edisi mendatang. (Red)






















