Lampung Barat, Tipikor.news – Laporan rekapitulasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap 1 tahun 2025 di sejumlah SMP Negeri di Kabupaten Lampung Barat mengungkap adanya dugaan kerugian negara hingga puluhan juta rupiah akibat pembayaran honor yang tidak sesuai aturan.
Pemerhati Pendidikan Lampung, Junaidi, menyampaikan kepada Jurnal Pendidikan Lampung (JPL) pada Sabtu (18/10/2025), bahwa realisasi pembayaran honor yang dilaporkan sejumlah SMP Negeri di Kabupaten Liwa diduga merugikan negara.
Junaidi menjelaskan, pada umumnya guru dan tenaga honor di jenjang SMP hanya menerima gaji sekitar Rp 500.000 per bulan.
Namun, berdasarkan laporan penggunaan dana BOS tahap 1 tahun 2025 di beberapa SMP Negeri di Lampung Barat, ditemukan adanya pembayaran honor yang nilainya jauh di atas seharusnya.
Hal tersebut terjadi di SMP Negeri 1 Bandar Negeri Suoh, realisasi pembayaran honor pada laporan penggunaan dana BOS tahap 1 tahun 2025 tercatat sebesar Rp 42.918.000. Jumlah ini ditaksir merugikan negara paling sedikit sekitar Rp 24.918.000.
Berdasarkan data, jumlah tenaga honor dan guru honor sebanyak 6 orang, yakni Ahmad Ahdi, Sasmiadi Harianto, Sudirin, Rina Asneli, Sabarman, dan Sabarudin, seharusnya hanya menerima honor sekitar Rp 18.000.000. Sementara itu, satu guru honor lainnya atas nama Sri Lestiorini belum memiliki nomor NUPTK.
Kasus serupa juga terjadi di SMP Negeri 1 Air Hitam. Realisasi pembayaran honor pada laporan penggunaan dana BOS tahap 1 tahun 2025 sebesar Rp 27.600.000, dengan dugaan kerugian negara sekitar Rp 9.600.000.
Jumlah tenaga honor dan guru honor sebanyak 6 orang, yaitu Muhadi Aan Sulistiyo, Muhamad Paidi, Restiani, Ririn Ade Wijayanti, Siti Nurohmah, dan Tunggu Ria, seharusnya hanya menerima honor sekitar Rp 18.000.000. Dua guru honor lainnya, Laela Ramayana dan Siswahyudi, belum memiliki nomor NUPTK.
Sementara itu, di SMP Negeri 1 Kebun Tebu, realisasi pembayaran honor pada laporan penggunaan dana BOS tahap 1 tahun 2025 mencapai Rp 52.020.000. Jumlah ini ditaksir merugikan negara sekitar Rp 37.020.000.
Jumlah guru dan tenaga honor sebanyak 5 orang, yaitu Nasril, Nandang Sutisna, Nilawati, Tuti Fatmawati, dan Zainal Abidin, seharusnya hanya menerima honor sekitar Rp 15.000.000. Satu guru honor atas nama Dewi Isna Yanti juga belum memiliki nomor NUPTK.
Selain itu di SMPN 1 Way Tenong, Realisasi pembayaran honor di SMPN 1 Way Tenang pada laporan penggunaan dana BOS tahap 1 tahun 2025 sebesar Rp 69.020.000, ditaksir merugikan negara sekitar Rp 36.020.000.
Sesuai jumlah Guru dan Tenaga honorer sebanyak 11 orang atas nama Ade Kosasih, Ahmad Mustopa, Fennylia Saputri, Kartiwi, Melina Alisiya Suwandi, Muhammad Fathana, Resya Hana Love Valen, Revi Eka Putri Saripudin, Septi Fitria Dui Putri, Suryadi dan Minarti Agustina, seharusnya pembayaran honor tahap 1 tahun 2025 paling banyak hanya menghabiskan dana sekitar Rp 33.000.000.
Terakhir di SMPN 2 Liwa, Realisasi pembayaran honor pada laporan penggunaan dana BOS tahap 1 tahun 2025 sebesar Rp 75.900.000, ditaksir merugikan negara sekitar Rp 45.900.000.
Sesuai jumlah Guru dan Tenaga honor 10 orang atas nama Wardeni, Ujang Tarsan, Tutut Septi Indri Yani,Tri Budiarti, Rusmala Sari, Rinda Wati, Acek, Ronal Niksen, Elya Kontesa dan Doni Risadi, seharusnya pembayaran honor tersebut hanya sekitar Rp 30.000.000.
Junai menduga, terdapat unsur kesengajaan dari oknum Kepala Sekolah dalam melakukan praktik curang pada laporan penggunaan dana BOS, khususnya pada realisasi pembayaran honor.
Oknum pejabat utama yakni Kepala Sekolah diduga kuat menjadi aktor utama dalam praktik curang pada laporan realisasi pembayaran honor dengan modus mark up.
Junai menyebut, Modus-modus yang sering terjadi dalam pelaporan penggunaan dana BOS, khususnya pada pos pembayaran honor, misalnya Pihak sekolah diduga Melaporkan jumlah guru atau tenaga kependidikan penerima honor lebih banyak dari jumlah sebenarnya.
Kemudian Melaporkan besaran honor per orang lebih tinggi dari yang sebenarnya dibayarkan. Ada juga yang melaporkan Honor Fiktif, Membuat nama-nama penerima honor yang sebenarnya tidak ada atau sudah tidak aktif.
Bahkan parahnya lagi ada Honor Ganda, Satu orang menerima honor dari dua atau lebih pos anggaran yang berbeda, namun dilaporkan seolah-olah untuk orang yang berbeda.
“Misalnya, Guru A menerima honor dari dua kegiatan, tapi dilaporkan sebagai dua orang berbeda,” Bebernya.
Harapan Penindakan Tegas
Junaidi menegaskan, praktik seperti ini sangat merugikan negara dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana pendidikan.
Ia berharap pihak Inspektorat setempat segera melakukan audit dan penindakan tegas terhadap oknum yang terlibat agar pengelolaan dana BOS dapat berjalan transparan dan akuntabel.
Bagaimana tanggapan sejumlah Kepala SMP Negeri di Lampung Barat yang terlibat atas pemberitaan ini, berita selengkapnya tunggu edisi mendatang. (Tim)






















